Prediksi dan Rekomendasi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Indonesia Tahun 2021

Erlinda Quinta P
7 min readDec 9, 2020

Perbandingan Pemulihan Ekonomi Indonesia dengan Negara-Negara di Kawasan Asia Timur dan Pasifik pada Tahun 2021

Pengaruh pandemi COVID-19 bagi ekonomi Indonesia tidak akan mengakibatkan kontraksi yang tinggi, tetapi pemulihan ekonomi pada tahun 2021 akan lebih lambat jika dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Alasannya yaitu karena perekonomian Indonesia tidak terlalu terpengaruh oleh krisis COVID-19 dibandingkan dengan perekonomian di negara lain disebabkan oleh trade-to-GDP ratio Indonesia yang cukup rendah. Artinya, perdagangan internasional tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini memang sesuai apabila terjadi pada saat gangguan pada perdagangan global. Namun, hal ini juga menyiratkan bahwa Indonesia kurang terintegrasi dengan global supply dan value chains yang menyebabkan ekonomi Indonesia sedikit tertinggal pada masa ekonomi global yang baik.

Perkembangan Kasus Terkonfirmasi Positif Covid-19 Per Hari (Nasional)

Menurut International Monetary Fund (IMF), kemerosotan ekonomi Indonesia diperkirakan akan lebih buruk daripada prediksi awal. Hal ini disebabkan karena ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini kesulitan untuk mengatasi pandemi COVID-19. Data dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekononi Nasional menunjukkan bahwa kasus terkonfirmasi positif COVID-19 (nasional) terus meningkat per harinya. Kondisi ekonomi Indonesia tetap berada pada situasi yang genting karena pandemi COVID-19 yang tidak kunjung terselesaikan dan berdampak pada sektor-sektor penting seperti pariwisata. Selain itu, Sri Mulyani menyatakan bahwa full-power recovery tidak dapat diasumsikan akan terjadi karena pandemi COVID-19 tetap menjadi faktor yang penting untuk menentukan pemulihan konsumsi domestik, investasi, dan ekonomi global.[1]

Selain meningkatnya kasus COVID-19, faktanya, Indonesia jauh lebih bergantung pada konsumsi rumah tangga domestik. Namun, konsumsi rumah tangga juga terpukul di tengah krisis COVID-19 karena adanya pembatasan sosial dan bisnis. Richard van der Schaar (2020) mengatakan bahwa, “domestic consumption in Indonesia is expected to remain subdued in the foreseeable future, hence narrowing room for economic expansion,” mengingat sebagian besar produk yang diproduksi di Indonesia diserap oleh pasar dalam negeri sendiri.

[1] Akhlas, A. W. (2020, 2 September). Indonesia’s 2021 economic recovery will not be at ‘full power’: Sri Mulyani. The Jakarta Post.

Sektor Strategis bagi Pemulihan Ekonomi

Pada masa yang penuh ketidakpastian ini, para pembuat kebijakan dihadapkan oleh dilema yang sangat sulit, yaitu untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang rentan terpapar virus COVID-19 atau menyelamatkan jutaan orang dari PHK, kehilangan bisnis dan pendapatan, serta dari kemiskinan yang semakin parah.[2] Pemerintah dituntut untuk bisa mengatasi pandemi COVID-19 secepat mungkin untuk menghindari jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak, tetapi di sisi lain, pemerintah juga harus bisa menyelamatkan perekonomian Indonesia yang merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar 695,2 triliun rupiah untuk anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bisa membuat defisit anggaran pemerintah melonjak hingga 6,34% dari PDB pada tahun 2020. Anggaran tersebut ditujukan untuk menyelamatkan ekonomi, tetapi proses birokrasi yang panjang dan kurangnya data citizen telah menghambat pencairan dana stimulus yang sangat dibutuhkan. Pemerintah memang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk meringankan penderitaan masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan jatuh miskin, tetapi pemerintah juga harus menawarkan insentif kepada para pemilik usaha yang di ambang kebangkrutan. Tidak dapat dipungkiri bahwa menyelamatkan bisnis-bisnis yang sedang kesulitan tersebut memang penting karena apabila bisnis dapat bertahan maka lapangan pekerjaan juga akan bertahan.

Nine Scenarios for COVID-19 Economy by McKinsey & Company

McKinsey & Company (2020) membuat sembilan skenario yang menjelaskan dampak PDB dari penyebaran virus dan keefektifan penanganan kesehatan masyarakat oleh pemerintah dan respons kebijakan ekonomi pemerintah terhadapnya. Skenario ini dapat digunakan sebagai prediksi dan perhitungan untuk menentukan kebijakan terbaik dalam melakukan pemulihan ekonomi. Skenario B1 menunjukkan bahwa virus dapat terkontrol dengan baik dan efektif, tetapi respons kebijakan ekonomi tidak efektif di mana pemerintah gagal mencegah kebangkrutan yang meluas. Pada skenario B1, potensi krisis perbankan mungkin terjadi. Skenario A3 menunjukkan bahwa virus terkendali dengan cepat dan baik; respons kebijakan ekonomi partially effective untuk mengimbangi kerugian ekonomi (krisis perbankan terhindari). Pada skenario A4, virus terkendali dengan cepat dan efektif; respons kebijakan ekonomi juga sangat efektif yang dapat mencegah terjadinya kerusakan struktural pada ekonomi (keadaan ekonomi pulih kepada fundamental dan momentum sebelum terjadinya krisis). Skenario B2, A1, dan A2 menunjukkan bahwa respons public-health cukup efektif, tetapi terdapat localized recurrences virus. Pada skenario B2, respons kebijakan ekonomi tidak efektif di mana pemerintah gagal mencegah kebangkrutan yang meluas (potensi krisis perbankan mungkin terjadi). Respons kebijakan ekonomi pada skenario A1 partially effective untuk mengimbangi kerugian ekonomi (krisis perbankan terhindari), sedangkan respons kebijakan ekonomi pada skenario A2 sangat efektif yang dapat mencegah terjadinya kerusakan struktural pada ekonomi (keadaan ekonomi pulih kepada fundamental dan momentum sebelum terjadinya krisis). Skenario B3, B4, dan B5 menunjukkan bahwa sektor public-health gagal untuk mengendalikan penyebaran virus. Pada skenario B3, respons kebijakan ekonomi tidak efektif di mana pemerintah gagal mencegah kebangkrutan yang meluas (potensi krisis perbankan mungkin terjadi). Respons kebijakan ekonomi pada skenario A1 partially effective untuk mengimbangi kerugian ekonomi (krisis perbankan terhindari), sedangkan respons kebijakan ekonomi pada skenario A2 sangat efektif yang dapat mencegah terjadinya kerusakan struktural pada ekonomi (keadaan ekonomi pulih kepada fundamental dan momentum sebelum terjadinya krisis). Skenario oleh McKinsey & Company tersebut dapat digunakan para pembuat kebijakan untuk menentukan langkah strategis dalam memulihkan perekonomian nasional dengan melihat kondisi yang ada di lapangan pada tahun 2021.

Themes for Next Normal by McKinsey & Company

Selain memahami skenario di atas, pemimpin sektor publik dan sektor privat dapat menyiapkan post-crisis environment dengan mengindentifikasi perubahan yang diperlukan. Untuk membantu Indonesia bergerak cepat dalam membangun kembali perekonomian negara, pemerintah dan pemimpin perusahaan dapat memulai untuk memformulasikan strategi jangka panjang. Terlepas dari ketidakpastian, Indonesia perlu segera mempertimbangkan berbagai tren yang akan menentukan kondisi normal berikutnya, diantaranya yaitu: (1) healthcare, perubahan terhadap sistem kesehatan negara dan persiapan untuk possible future pandemics akan memengaruhi struktur sistem, supply chains, dan peraturan biaya; (2) pemerintah dan regulasi, kemungkinan besar akan ada perintah untuk memperketat regulasi lintas sektor di mana protokol lebih terperinci untuk mencapai pengoperasian bisnis yang aman; (3) teknologi dan inovasi, pembatasan sosial telah menyebabkan banyak orang berpindah untuk melakukan kegiatan secara online, baik untuk berbelanja, belajar, mencari hiburan, dan bekerja; mempercepat peralihan ke layanan digital. Secara bersamaan, perusahaan mendorong digitalisasi internal untuk staf, konsumen, dan pemasok; (4) energi dan lingkungan, kegiatan seperti work from home, mengurangi perjalanan jarak jauh, dan kebiasaan baru akibat pandemi lainnya dapat menyebabkan perubahan permanen menuju perilaku yang lebih baik bagi lingkungan; (5) suppy chain, perusahaan, dan pemerintah akan berupaya untuk mengatasi kelemahan rantai pasokan yang terungkap akibat krisis; (6) work habits, kebiasaan baru seperti pengunaan video conferencing, remote-working, dan greater employee flexibility, dapat meningkatkan demand untuk in-home services dan mendorong terjadinya deurbanization; (7) masyarakat dan konsumen, respons masyarakat terhadap pandemi akan terbentuk tergantung dengan demografi, contohnya at-risk populations akan lebih sadar dan peka terhadap permasalahan kesehatan; (8) kontrak sosial, dengan perkembangan dalam beberapa pasar tracking apps yang dirancang untuk menghambat penyebaran COVID-19, orang-orang dapat lebih bersedia untuk mengesampingkan privasi sebagai ganti dari jaminan kesehatan, keamanan, dan kenyamanan yang lebih baik.

Dengan mengetahui skenario dan tren yang akan menentukan kondisi pascapandemi di atas, pemerintah Indonesia dapat menata ulang dan mereformasi banyak hal setelah krisis COVID-19 dengan mempertimbangkan kesempatan berikut: meningkatkan ketahanan nasional, mengakselerasi transisi ekonomi, membangun kembali sektor pariwisata. Selain pariwisata, sektor yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk memulihkan ekonomi pada tahun 2021 adalah sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan sektor ketenagakerjaan. Sektor UMKM sangat terdampak oleh pandemi COVID-19 yang juga menggerek turunnya perekonomian nasional. Sektor ini perlu mendapatkan perhatian pemerintah karena UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Pada sektor ketenagakerjaan, terdapat 6,9 juta pengangguran (belum termasuk 3,5 juta pekera yang di-PHK dan dirumahkan) dan 3 juta angkatan kerja baru yang setiap tahun membutuhkan pekerjaan.[3] Berbagai langkah strategis yang diambil pemerintah diharapkan dapat terus menjaga sisi supply dan demand, terutama dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi sesuai dengan target yang ditetapkan, menjaga sisi permintaan melalui stimulus bantuan sosial, dan juga menjaga sisi supply yang berwujud stimulus untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), korporasi, dan BUMN. Pemulihan dunia usaha ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat mempertahankan demand masyarakat dalam rangka peningkatan perekonomian nasional.

[2] Indonesia Investments. (2020, 20 Oktober). Economic Outlook Indonesia; An Interview with Richard van der Schaar.

[3] Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.(2020, 20 November). Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi

Referensi

Akhlas, A. W. (2020, 14 Oktober). Indonesia’s GDP to decline more than thought as virus keeps spreading: IMG. The Jakarta Post. Diakses melalui https://www.thejakartapost.com/news/2020/10/13/indonesias-gdp-to-decline-more-than-thought-as-virus-keeps-spreading-imf.html

Akhlas, A. W. (2020, 2 September). Indonesia’s 2021 economic recovery will not be at ‘full power’: Sri Mulyani. The Jakarta Post. Diakses melalui https://www.thejakartapost.com/news/2020/09/02/indonesias-2021-economic-recovery-will-not-be-at-full-power-sri-mulyani.html

Indonesia Investments. (2020, 20 Oktober). Economic Outlook Indonesia; An Interview with Richard van der Schaar. Diakses melalui https://www.indonesia-investments.com/news/news-columns/economic-outlook-indonesia-an-interview-with-richard-van-der-schaar/item9336

Lath, V., Lee, T., Tan, K.T., & Wibowo, P. (2020, 8 September). With effort, Indonesia can emerge from the COVID-19 crisis stronger. Diakses melalui https://www.mckinsey.com/featured-insights/asia-pacific/with-effort-indonesia-can-emerge-from-the-covid-19-crisis-stronger

McKinsey & Company. (2020, 29 Oktober). Nine scenarios for the COVID-19 economy. Diakses melalui https://www.mckinsey.com/business-functions/strategy-and-corporate-finance/our-insights/nine-scenarios-for-the-covid-19-economy

Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Peta Sebaran. Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Diakses melalui https://covid19.go.id/peta-sebaran

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.(2020, 20 November). Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi. Diakses melalui https://setkab.go.id/menjaga-momentum-pemulihan-ekonomi/

--

--

Erlinda Quinta P

An 18 years old undergraduate student — a lifetime learner, at the same time — who is eager to have broader knowledge by exchanging stories and perspectives.